![]() |
Penyerangan terhadap para ulama di Jawa Barat memiliki motif yang sama. Sejumlah tokoh dan masyarakat mencurigai adanya motif lain yang dilakukan secara terencana dalam penyerangan tersebut. |
"Pelaku memukuli korban beberapa kali yang mengakibatkan korban mengalami luka patah tangan kiri dan luka terbuka pada kepala,"BANDUNG -- Warga Jawa Barat khususnya umat Islam dikejutkan dengan aksi brutal dan sadis yang dilakukan orang tak dikenal terhadap ulama dan ustadz terpandang di wilayah tersebut. Peristiwa pertama terjadi tindak pidana penganiayaan terhadap KH. Umar Basri Alias Ceng Emon/mama santiong, yang dilakukan oleh seorang laki-laki yang belum diketahui identitasnya, pada hari sabtu (27/01/18) pukul 05.30 pagi di Cigondewah Kidul Kecamatan Bandung Kulon, Bandung.
KH Emon Umar Basri, yang merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah, Cicalengka tersebut, harus mendapat perawatan karena dianiayai pelaku dengan ciri ciri berpakaian kemeja levis dan memakai sarung, saat berzikir seusai melaksanakan salat subuh berjamaah.
Menurut sejumlah saksi, tersangka Awalnya mengikuti sholat berjama’ah kemudian setelah sholat berjama’ah selesai para jama’ah keluar dari mesjid, Korban dan tersangka masih berada di Mesjid, lampu mesjid dimatikan oleh santri seperti kebiasaannya, kemudian saat korban sedang baca wirid khusus tiba-tiba tersangka langsung menyerang KH Umar Bisri dengan memukul bertubi tubi dengan menggunakan tangan kosong.
Akibat penganiayaan tersebut, KH Umar Bisri mengalami luka-luka berat dan hingga kini masih menjalani perawatan di RS Al-Islam Kota Bandung. Sedangkan pelaku, setelah ditangkap, dan setelah menjalani pemeriksaan polisi, dinyatakan mengalami gangguan jiwa atau gila.
Belum selesai masalah hukum terhadap pelaku penyerangan KH Umar Bisri, kasus yang sama kembali terjadi dan menimpa Ustaz Prawoto (40). Ulama yang sekaligus Komandan Brigade PP Persis (Persatuan Islam) tersebut, meninggal dunia akibat dianiaya seorang pria berinisial AM (45), di kediamannya Blok Sawah RT 01/03 Kelurahan Cigondewah Kidul Kecamatan Bandung kulon, Bandung, Kamis (1/2) pagi.
Korban sempat dilarikan ke Rumah Sakit Santosa, Kopo Bandung untuk mendapatkan perawatan yang intensif. Namun akhirnya korban menghembuskan nafas terakhir. Saat ini, Ustaz Prawoto telah dimakamkan di pemakaman keluarga di kawasan Burujul, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, dengan diantar ratusan pelayat.
Sementara pelaku berhasil ditangkap dan diamankan. Diduga, pelaku mengalami depresi dan saat ini dilakukan observasi di Rumah Sakit Jiwa Cisarua.
Kapolrestabes Bandung, Kombes Pol Hendro Pandowo mengatakan kronologis kejadian yaitu pelaku menggedor rumah korban kemudian ditegur oleh korban. Namun, kemudian pelaku mengejar korban sambil membawa potongan pipa besi, pada saat korban dikejar terjatuh.
![]() |
Pelaku penganiaya KH Umar Bisri (kiri) dan pelaku pembunuh Ustaz Prawoto (kanan) |
Katanya, setelah kejadian korban langsung dibawa ke RS. Santosa oleh keluarga korban dan meninggal dunia di rumah sakit. "Pelaku melakukan penganiayaan dengan menggunakan potongan pipa besi kepada korban," ungkapnya.
Sedangkan, Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Maryoto mengatakan, pelaku penganiaya Ustaz Prawoto merupakan pasien Rumah Sakit(RS) Jiwa. "Pelaku tetangga depan rumah almarhum. Pasien RS Jiwa," kata Agung.
Motif yang Sama Harus Diwaspadai
Ketua Komite III DPD RI yang membidangi keagamaan Fahira Idris, ikut memberikan pernyataan terkait maraknya penyerangan yang ditujukan kepada para ulama. Fahira mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas kedua kasus tersebut.
Menurutnya, berdasarkan fakta-fakta medis dan fakta lainnya di persidangan yang berhak memutuskan apakah para pelaku penganiayaan ini benar-benar sikat jiwa atau tidak, hanya pengadilan.
“Memang jika melihat motif yang hampir sama bahkan pelakunya dua-duanya diduga sakit jiwa atau gila, kita patut waspada, namun tetap harus tenang dan jernih melihat fenomena ini. Saya berharap polisi melihat fenomena ini sebagai hal yang serius dan segera memetakan persoalan serta mencari solusinya agar para ulama dan ustaz bisa beraktivitas dengan tenang,” ujar Fahira seperti dilansir Suara Islam Online, Jumat (2/2).
Adanya kemiripan pola penyerangan yang menyebabkan kematian dan luka parah para ulama tersebut, disinyalir merupakan sebuah tindakan yang terencana. Kesamaan pertama, ulama yang menjadi korban penganiayaan itu. Kedua, penyerangan dilakukan oleh orang yang diduga tidak waras alias kemungkinan sakit jiwa. Ketiga, penyerangan dilakukan pada waktu subuh.
Kemiripan pola ini bisa terjadi secara kebetulan, bisa juga memang ada yang membuatnya. Jika ada yang membuat tentu ada tujuan-tujuan atau pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada kelompok tertentu. Bisa juga ini bagian dari politik adu domba di tengah panasnya proses politik pilkada serentak khususnya di Jawa Barat.
Fahira meminta aparat keamanan menjaga kondusifitas Jawa Barat menjelang pilkada serentak pada 27 Juni 2018 mendatang. Peristiwa-peristiwa penganiayaan yang menimpa ulama dan ustaz harus dipandang luas dan dari berbagai sudut pandang. Sehingga tidak mudah menyimpulkan kejadian-kejadian ini hanya peristiwa kriminal biasa.
![]() |
Sebuah meme yang dibuat warganet, mempertanyakan alasan polisi yang menyatakan bahwa pelaku pembunuhan Ustaz Prawoto mengalami gangguan jiwa. (Foto: Facebook) |
Sedangkan Ketua PW Persatuan Islam (Persis) Jawa Barat, Iman Setiawan Latief, berharap kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian ini bisa segera terselesaikan secara tepat, benar, dan adil oleh aparat kepolisian.
Tidak Semua Pelaku Gangguan Jiwa Bebas dari Jeratan Hukum
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri menilai perlu dikaji lebih dalam kondisi kejiwaan pelaku penganiayaan yang sebenarnya. Sebab, tidak semua jenis gangguan kejiwaan bisa membuat pelaku kejahatan lolos dari hukum dengan memanfaatkan Pasal 44 KUHP.
Jika gangguan baru muncul setelah ia melakukan aksi kejahatan, Reza mengatakan perbuatan jahat sesungguhnya ditampilkan saat ia masih waras. Karena itu, ia mengatakan seharusnya tetap ada pertanggungjawaban secara pidana.
"Jadi, harus dipastikan seakurat mungkin diagnosis kejiwaan si pelaku. Juga, andai pelaku diketahui punya gangguan kejiwaan, masih perlu dicek kapan ia menderita gangguan tersebut?" kata Reza, seperti dilansir laman Republika.co.id, Kamis (1/2).
Reza berharap agar pelaku penganiayaan bukanlah orang pengidap skizofrenia yang dikondisikan untuk menyerang Ustaz Prawoto. Pengidap skizofrenia maupun jenis-jenis abnormalitas psikis lainnya tidak bisa dihukum. Ia menekankan bahwa polisi tetap perlu mencari tahu siapa yang semestinya menjaga orang tersebut.
"Karena sesuai pasal 491 KUHP, barang siapa yang diwajibkan menjaga orang gila yang berbahaya bagi dirinya sendiri maupun orang lain dan membiarkan orang itu berkeliaran tanpa dijaga, orang tersebut diancam dengan pidana denda," jelasnya.(*JU)